Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali
membuat kontroversi memalui fatwa haramnya. Kali ini melalui Ketua
Bidang Seni dan Budaya MUI, K.H Kholil Ridwan yang mengomentari konser
salahsatu penyanyi asal Amerika Serikat Lady GaGa, yang rencanya akan
dilaksanakan 30 Juni mendatang.
“Haram hukumnya. Tiket yang sudah dibeli
segera dikembalikan. Dia (Lady GaGa) bisa merusak moral umat Islam
karena mengumbar aurat,” ucap KH Kholil Ridwan seperti yang dilansir KapanLagi.com.
MUI merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat
yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk
membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh
Indonesia(Wikipedia). Sudah tentunya secara kelembagaan ia berhak
mengomentari setiap peristiwa dinegara kita, karena ia memiliki tanggung
jawab moral secara agama. Dan MUI merupakan tempat berkumpulnya para
ulama dari berbagai ormas Islam, dan juga merupakan representasi dari
mayoritas umat Islam di Indonesia.
Dalam pengabdiannya kepada bangsa dan negara, Majelis Ulama Indonesia telah dirumuskan lima fungsi dan peran utama MUI yaitu:
Dalam peristiwa ini, penulis lebih melihat
kepada siapa yang diwawancara. Kalau yang diwawancaranya seorang ulama
yang notabene mempunyai kewenangan mengurusi label halal dan haram, ya
tentunya ia akan mengeluarkan komentar semacam itu. Karena seperti yang
kita tahu, bahwa Lady GaGa adalah seorang penyanyi yang berpenampilan
seksi dan nyeleneh. Secara moral ketika seorang ulama dimintai
kometarnya perihal penampilan atau konser si artis tersebut, tentunya ia
akan berkomentar secara agama, bahwa konsernya Lady GaGa tersebut
memang sedikit banyaknya mempengaruhi moral umat. Apalagi Lady GaGa
seorang artis yang bisa menjadi publik figur bagi para fansnya. Hal yang
pertama kali mudah ditiru oleh para fans dari seorang artis adalah
model busana dan cara berpakaian di artis tersebut.
Indonesia memang bukan Negara Islam. Tapi
secara keyakinan individu Indonesia adalah pemeluk agama Islam terbanyak
di dunia dilihat dari jumlah penduduknya. Dan MUI sebagai lembaga
kontrol, baik secara moral maupun akidah berhak mengeluarkan himbauan
atau fatwanya kepada setiap peristiwa yang berhubungan dengan moral dan
akidah umat Islam yang ada di Indonesia.
K.H Kholil Ridwan sendiri mengatakan bahwa
apa yang dikatakannya tersebut merupakan komentar pribadi, karena
dirinya khawatir si artis tersebut (Lady GaGa) berpenampilan seronok dan
bisa merusak moral pemuda Islam yang ada di Indonesia.
Penulis merasa miris sekali dengan
komentar-komentar sebagian masyarakat terkait himbauan K.H Kholil Ridwan
tersebut, apalagi ada sebagian yang langsung menghujat habis-habisan
MUI seoalh tidak peduli lagi dengan kaidah bahasa yang baik dan benar
(coba lihat berita yang dilansir yahoo.co.id dan lihat bagaimana komentar-komentar pada pembaca).
Sebagai bangsa yang memili adat ketimuran
tentunya kita diajarkan bagaiamana memberi kritik yang baik dan santun,
tidak dengan mudahnya mengeluarkan hujatan-hujatan yang mendorong
perpecahan umat.
Kritik sebagai wujud kepedulian? Tentu saja.
Kritik yang baik tak hanya berisi celaan, tetapi juga alasan mengapa
kita mengkritik, dan tentu saja memberikan masukan agar hal yang kita
kritik dapat diperbaiki oleh orang yang kita beri kritikan tersebut.
Jadi, kritik yang baik tak hanya menghakimi sesuatu itu buruk, tetapi
juga harus menjadi nilai tambah bagi yang dikritik agar bisa menjadi
lebih baik.
MUI memang bukan jama’ah Malaikat yang
selalu suci dan benar. Sewaktu-waktu ia bisa salah dan khilaf. Di sisi
lain, MUI juga harus bisa bersikap proporsional dalam menjalankan fungsi
“tawashi bil-haq” (mengingatkan dalam kebaikan). Jika baik katakan
baik, jika tidak katakan tidak, karena secara kelembagaan MUI berhak
berkata seperti itu, sama berhaknya seperti kita berkomentar pada setiap
peristiwa yang terjadi. Jutru kalau MUI diam dan tidak memberikan
pernyataan apapun itu harus menjadi pertanyaan buat kita, “Masih adakah
kepedulian para Ulama terhadap moral dan akhlak?”. Semua tergantung kita
yang memilah dan memilih, tidak perlu kita kesal dengan kewenangan
seseorang apalagi MUI yang memang berkewajiban menangani masalah-masalah
seperti itu.
Justru sebagai umat Islam sudah tentu harus
memperhatikan apa yang dianjurkan oleh para Ulama kita, karena secara
moral mereka pasti akan menganjurkan dan mengajak kepada kebaikan.
Berkumpullah kalian bersama ulama.
Sesungguhnya duduk bersama ulama akan mendapatkan keuntungan, berteman
dengan ulama akan selamat dan bersahabat dengan ulama merupakan
kemuliaan. (Sufyan bin Uyainah)
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: “Akan
datang suatu zaman yang mendatangkan madharat terhadap umatku, dimana
mereka lari/menjauh dari para Ulama dan Fuqaha, sehingga Allah
mendatangkan tiga macam bala’ atas mereka:
Sekali lagi penulis menyarankan, agar kita
jangan mudah terprovokasi dengan isu-isu yang sengaja digelontorkan agar
kita terpecah belah dan secara tidak sadar menjauhkan kita dari
kebaikan. Bunga-bunga perpecahan semakin nampak, secara tidak sadar kita
sengaja digiring untuk memusuhi para ulama kita, yang padahal Rasul
sangat mewanti-wanti agar kita jangan menjauhi mereka. Diterima atau
tidak MUI merupakan lembaga dimana Ulama dan orang-orang yang mengerti
agama Islam berkumpul, jadi sudah sepantasnya MUI menjadi rujukan kita
sebagai umat yang memegang teguh agamanya.
Adi Fikri Humaidi
Inhil, 4 Mei 2012
No comments:
Post a Comment