Ibu, seandainya kau ada disini, hari ini aku ingin bercerita banyak padamu, tentang pekerjaanku, tentang penaku yang sudah tidak setajam dulu, dan terutama tentang rasa cintaku yang begitu sulit aku ungkapkan. Entah terhalang apa, yang jelas ketika aku menatapnya malah semakin membuatku kecil.
Kalau
kau bertanya, siapa dia yang kau harapkan saat ini? maka aku akan
tegas menyebutkan namanya dihadapanmu. Tapi kalau kau menyuruhku untuk
memberitahukan perasaanku ini padanya. Nampaknya, anakmu ini harus
kembali mempelajari tentang Bab Keberanian dari ayah atau dari tokoh
idolaku yaitu Umar bin Khatab.
Ibu,
dalam diarymu kau pernah menulis “bahwa sesuatu yang indah itu adalah
yang ketika kau mengingatnya, ia akan membuatmu seolah harus bekerja
lebih keras lagi untuk mendapatkannya, dan sesuatu yang mudah hilang
adalah ketika kau begitu mudah mendapatkannya,”. Dulu, aku tidak
mengerti dengan kalimatmu ini, tapi setelah aku menapak tilas
jejak-jejak langkahku ini, perlahan aku mulai mengerti makna dibalik
kalimatmu tersebut. Bahwa aku harus berusaha lebih keras, agar Tuhan
berkata “Kau pantas mendapatkannya,”.
Ibu,
aku tidak pernah meminta Tuhan untuk mempertemukanku dengannya dalam
naungan yang diharapkan oleh setiap insan mendambakan keindahan. Tapi
aku meminta kepadaNya supaya aku diberi kekuatan ketika kehendakNya
tidak seperti yang aku harapkan. Karena aku sadar bu, aku memiliki
takdir yang tidak pernah aku ketahui akan seperti apa nantinya.
Aku
akan belajar cuek darimu bu, aku akan membiarkan orang-orang itu
sesukanya menilaiku, toh berapapun nilainya bagiku sama saja. Yang jelas
. . . Aku memiliki cinta, meski saat ini sulit aku ungkapkan.
Bandung, 28 Agustus 2011, 21.43 WIB
No comments:
Post a Comment