Pemimpin itu
menenangkan bukan membuat gelisah, pemimpin itu melayani dan melindungi.
Membaca kisah Umar bin Khattab sang Khalifah kedua setelah Abu Bakar RA tidak
akan pernah membuat kita berhenti untuk berdecak kagum, sekaligus menjadi tanda
tanya besar pada rasa pesimis kita melihat kondisi pada saat ini. Masih adakah
sosok pemimpin seperti Umar bin Khattab?
Siapa yang
tidak dibuat kagum dengan kisah Umar RA, ketika dalam ‘blusukannya’ di malam hari
mendapati seorang Ibu yang sedang memasak batu demi menenangkan anak-anaknya
yang sedang lapar. Kala itu Umar tidak banyak bicara, Umar berlari menuju
gudang penyimpanan gandum, memanggul sendiri karung gandum dan memasak langsung
gandum tersebut untuk si ibu dan anak-anaknya yang sedang kelaparan, bahkan
ketika sahabatnya menawarkan bantuan dengan tegas Umar menjawab “Apakah kau mau
memikul dosaku diakhirat kelak karena lalai memperhatikan rakyatku?”.
Sosok Umar bin
Khattab benar-benar mengaplikasikan apa yang telah Rasulullah SAW ajarkan
tentang empat sifat yang wajib dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu Sidiq,
Tabligh, Amanah dan Fatanah. Sosok Umar yang ketika dirinya terpilih menjadi
Khalifah langsung tertunduk dan gemetar karena merasakan beban berat amanah
yang harus dia laksanakan, bahkan dalam pidatonya Umar begitu terbuka meminta
diluruskan ketika dirinya melenceng dari perintah Allah dan ajaran Rasulullah
SAW. “Patuhilah aku selama aku mematuhi Allah dan Rasulnya, bila aku
mendurhakai Allah dan Rasulnya, tidak ada kewajiban patuh kepadaku” begitulah
penggalan ucapan Umar dalam pidatonya. Sejak terpilihnya menjadi khalifah, Umar
tampil menjadi sosok pemimpin yang dicintai dan dirindukan oleh rakyatnya.
Keimanan Kepada Allah
Dalam sejarah
tercatat bahwa Umar bukan hanya ditakuti dan disegani oleh musuh-musuhnya, tapi
sosok Umar juga ditakuti oleh Iblis. Iblis takut kepada Umar bukan semata-mata
karena sosok Umar yang tinggi besar dan juga kuat, tapi lebih dari itu, ketakutan
Iblis pada sosok Umar terdapat pada keimanannya yang kuat kepada Allah SWT.
Karena keimanannya yang kuat itulah Iblis pun enggan menggoda Umar bahkan
berpapasan dengan Umar pun Iblis enggan.
Sudah
selayaknya keimanan yang kuat dimiliki oleh seorang pemimpin, agar ia bisa
tampil menjadi sosok yang kuat yang tidak mudah goyah ketika ujian keimanan itu
datang. Karena sejatinya banyak pemimpin yang jatuh bukan karena harta, tahta
dan wanita saja, tapi hal yang paling utama, karena ia melupakan keimanan yang
ada pada dirinya.
Sosok Umar
juga begitu dicintai oleh rakyatnya karena Umar lebih mementingkan kepentingan
rakyatnya dibandingkan dengan kepentingan pribadinya. Seorang pemimpin tidak
akan pernah kenyang makan sebelum rakyatnya benar-benar kenyang.
Memilih Pemimpin
Di beberapa daerah
termasuk Banten saat ini sedang dalam proses pencarian seorang pemimpin.
Pemimpin yang diharapkan mampu membawa perubahan kearah yang lebih baik.
Pemimpin yang bukan sekedar lahir dari hasil demokrasi tapi terpilihnya dia
nanti adalah betul-betul karena dia memang layak menjadi pemimpin karena
kemampuannya.
Seorang
pemimpin sejati tidak lahir secara instan, tapi dia lahir dari proses panjang
penuh tempaan. Lihatlah sejarah Founding
Father bangsa ini, Soekarno. Bagaimana proses panjang dan melelahkan dilaluinya
sebelum dirinya menjadi orang nomor satu di Negara ini. Soekarno menjadi
pemimpin di Negara ini karena memang layak dan didukung penuh oleh rakyat
karena semangat perjuangannya telah terbukti membuat bangsa ini merdeka dari
penjajahan.
Kita hidup di
jaman dimana orang-orang bisa seenaknya menjadi pemimpin, hanya mengandalkan
harta dan popularitas semuanya bisa terwujud. Menjadi pemimpin bukan hanya soal
ambisi, karena banyak orang-orang yang terjebak dengan ambisinya. Sibuk
mengumpulkan harta dan mengokohkan kedudukannya menjadikan dia lupa bahwa kelak
apa yang diamanahkan kepadanya akan dimintai pertanggungjawaban.
Rasulullah SAW
mengajarkan empat sifat yang dimilikinya sebagai landasan yang wajib dimiliki
oleh seorang pemimpin. Yaitu, Shiddiq (Benar), Amanah (Bisa Dipercaya), Tabligh
(Menyampaikan), dan Fathonah (Cerdas). Ke empat sifat itu haruslah satu paket,
tidak dipisahkan atau hanya dimiliki dan diamalkan salahsatunya saja.
Seorang
pemimpin harus selalu berkata benar. Benar katakan benar, salah katakan salah,
tidak ada yang ditutup-tutupi. Cerminan seorang pemimpin sejati yang
dicontohkan Rasulullah SAW dan diamalkan penuh oleh sabahatnya Umar bin Khatab
adalah apa yang diucapkan sejalan dengan apa yang dilakukannya.
Seorang
pemimpin juga harus bisa menanamkan rasa percaya kepada rakyatnya. Jangan
sampai ketika seorang pemimpin terpilih justru menimbulkan keraguan pada rakyat
yang memilihnya. Rasa pesimis yang tertanam pada manusia biasanya timbul karena
adanya keraguan. Kerja keras seorang pemimpin pertama kali adalah bagaimana
menanamkan dan membangun rasa kepercayaan rakyat kepada dirinya. Karena
mustahil seorang pemimpin bisa bekerja ditengah-tengah kecurigaan rakyat
kepadanya.
Sifat berikutnya
yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah sifat Tabligh atau
menyampaikan. Menyampaikan sesuatu tanpa ada yang dikurangi ataupun
ditambahkan. Menyampaikan setiap kebenaran meski rasa pahit yang akan
diterimanya. Pemimpin yang bijak layaknya Umar bin khatab ketika memberikan
pesan yang tersirat melalui sebuah tulang kepada Amr bin Ash yang pada waktu
itu akan menggusur pemukiman seorang Yahudi yang akan dibangun masjid. Umar
menyampaikan kebenaran, bahwa haq tetaplah
haq dan bathil tetaplah bathil.
Terakhir,
seorang pemimpin haruslah cerdas. Cerdas dalam mengelola emosi dan cerdas dalam
membuat keputusan. Umar bin Khatab memberikan contoh kecerdasan dalam kisahnya
ketika Rasulullah memintanya untuk menjadi negosiator yang diutus untuk melobi
orang-orang kafir Quraisy agar mau membuka pintu Mekah, karena pada waktu itu
kafir qurais menutup pintu Mekah sehingga kaum muslimin yang sedang beribadah
haji tertahan didalam. Umar menolak dengan halus perintah Rasulullah dan malah
merekomendasikan Usman bin Affan untuk menjadi negoisator. Pada waktu itu beberapa
sahabat mengecam penolakan Umar, Umar dianggap penakut dan tidak taat perintah
Rasulullah.
Tahukah dimana
letak kecerdasan Umar? Ya Umar cerdas dalam mengelola strategi dan emosi. Umar
paham betul sikap dan perangai dirinya yang suka emosi ketika berhadapan
langsung dengan kafir Quraisy, dan Umar paham betul kalau drinya bukan seorang
negoisator yang baik untuk sebuah lobi-lobi penting, maka dari itu dia meminta
sahabatnya Utsman bin Affan untuk menggantikan dirinya, karena Umar tahu bahwa
Utsman perangainya lebih halus dan pandai bernegoisasi. Umar tidak memaksakan
egonya. Padahal kalau Umar mau dia bisa menjadi pahlawan pada waktu itu.
Kita tidak
pernah tahu, pada situasi seperti apa sosok pemimpin adil dan bijaksana seperti
Umar bin Khattab muncul. Yang bisa kita lakukan saat ini adalah ikhtiar mencari
pemimpin sejati. Tentu hal tersebut dimulai dari diri kita. Kita sebagai
pemilih dibekali kecerdasan untuk menilai dan membuat keputusan. Memilih bukan
karena embel-embel bingkisan ataupun bungkusan. Selamat berdemokrasi!
*Tulisan ini telah diterbitkan di Koran Harian Kabar Banten edisi 2 Oktober 2016
CAKEP bang.... :D
ReplyDeleteMasih perlu banyak belajar brother. Salah satunya dari antum yg produktif menulis
Delete